Virus Akan Terus Mengancam Manusia [intisari]

Penulis: M. Sholekhudin

Mahluk hidup yang satu ini tidak bisa disebut flora, tidak pula fauna. Tapi ia bisa beranak-pinak, punya mekanisme pertahanan diri, bisa mengubah diri, dan bisa membunuh mahluk hidup lain. Ukurannya superkecil tapi bisa sangat membahayakan umat manusia.

Kasus flu burung dan flu babi (flu meksiko) seolah memberi pesan bahwa umat manusia setiap saat harus siap menghadapi ancaman serius dari virus. Sekali ia menciptakan pandemi, umat manusia akan bertumbangan seperti korban perang. Ini bukanlah andai-andai saja. Sejarah mencatat, antara tahun 1918-1919, dunia pernah mengalami pandemi flu Spanyol yang menewaskan 40-50 juta penduduk Bumi!

Seperti apakah mahluk bernama virus itu sehingga ia bisa begitu mematikan?

Di buku-buku biologi, kita diajari penjelasan ciri-ciri makhluk hidup antara lain: makan, bernapas, bergerak, tumbuh, berkembang biak, dan bereaksi terhadap rangsangan. Khusus untuk virus, batasan ini menjadi sulit dipakai. Makhluk ini bisa beranak-pinak, bisa bereaksi terhadap rangsangan, tapi ia tidak punya sistem respirasi (pernapasan). Ia bahkan tidak punya sel, satuan biologi paling kecil. Karena itu, ia tidak bisa dikelompokkan ke dalam tumbuhan maupun hewan.

Anatomi tubuhnya betul-betul sederhana. Bagian utama tubuhnya hanya berupa rantai RNA (<i>ribonucleic acid</i>) atau DNA(<i>deoxyribonucleic acid</i>). Keduanya adalah bagian dari sel yang menentukan cetak biru makhluk hidup. Rata-rata ukurannya di bawah 200 nm. (1 nanometer = sepersejuta milimeter). Sebagai gambaran, ukuran virus rata-rata sekitar 1/100 kali ukuran bakteri. Bayangkan betapa kecilnya. Saking kecilnya, ia hanya bisa dilihat dengan mikroskop elektron yang punya perbesaran jutaan kali.

Pada umumnya virus memang lebih kecil daripada bakteri. Tapi ada pengecualian, misalnya mimivirus. Ukuran virus ini mencapai 400 nm, hampir dua kali lebih besar daripada bakteri terkecil, mycoplasma, yang ukurannya hanya 200-300 nm.

Bisa menginfeksi bakteri
Karena tidak punya sel sendiri, ia menyelenggarakan fungsi hidupnya dengan cara menumpang makhluk hidup lain. Istilah biologinya, parasit obligat. Ia “makan” dengan cara membajak sel tumbuhan atau hewan. (Dalam biologi, manusia termasuk dalam kerajaan hewan). Tanpa sel inang, virus tidak bisa hidup. Karena itu, ilmuwan sempat memperdebatkan apakah virus ini makhluk hidup atau bukan. Ia sampai dijuluki “batas antara makhluk hidup dan makhluk mati.” Struktur tubuhnya lebih mirip senyawa kimia (makhluk mati), tapi sifat-sifatnya seperti makhluk hidup.

Makhluk ini ada di mana-mana, menumpang di tubuh makhluk hidup di seluruh permukaan Bumi. Semua makhluk hidup, baik hewan maupun tumbuhan, bisa ditumpangi oleh virus. Bahkan, bakteri (yang biasanya menginfeksi manusia) pun bisa kena infeksi virus. Namun, tidak semua virus menyebabkan penyakit. Sama halnya, tidak semua bakteri menyebabkan penyakit.

Dalam bakteriologi, kita mengenal bakteri jahat dan bakteri baik. Virus juga demikian. Infeksi virus hanya akan menjadi penyakit jika ia membajak dan merusak sel-sel vital. Penyakit yang ditimbulkan bermacam-macam, mulai dari flu (dengan segala macamnya), demam berdarah, hepatitis, AIDS, campak, flu burung, flu meksiko, SARS, dan sebagainya.

Ia hidup dan berkembang biak dengan cara membajak sel hewan atau tumbuhan. Tidak melalui proses perkawinan. Tak ada virus jantan atau betina. Supaya bisa bereproduksi, pertama-tama ia menempel di permukaan sel inang lalu menyusup ke dalamnya. Kemudian ia menggunakan sistem sel inang untuk mereproduksi rantai RNA atau DNA-nya. Setelah itu ia keluar untuk menjadi virus baru dan parasit di sel lain. Begitu seterusnya.

Ia berpindah dari satu inang ke inang lain pun dengan cara menumpang. Virus demam berdarah, misalnya. Ia menumpang cairan tubuh nyamuk <i>Aedes aegepty</i> untuk pindah ke dalam tubuh manusia. Virus HIV berpindah dari satu orang ke orang lain lewat cairan kontak saat hubungan seksual atau lewat darah. Virus flu berpindah inang lewat percikan bersin atau batuk. Begitu pula virus-virus lain. Mereka tergantung sepenuhnya kepada sel inang. Sama seperti virus komputer yang hanya bisa mereproduksi diri jika menumpang sistem komputer.

Berubah-ubah bentuk
Bukan hanya bisa beranak-pinak, virus juga punya mekanisme mempertahankan diri. Ini misalnya terjadi pada virus yang dibasmi dengan obat antivirus. Setelah dibombardir dengan obat-obatan, ia bisa mengenali struktur kimia obat itu lalu mengubah rantai RNA-nya agar ia bisa resisten (kebal) terhadap obat itu. Mekanisme mengubah diri ini dikenal dengan istilah mutasi.

Kata “mutasi” inilah yang menjadi momok dalam kasus flu burung, flu meksiko, maupun SARS beberapa tahun lalu. Virus yang tidak begitu berbahaya bisa saja berubah menjadi mematikan jika ia bermutasi menjadi bentuk yang berbahaya. Jika strukturnya berubah, sifatnya pun bisa berubah. Yang semula hanya menular dari hewan ke manusia, bisa menjadi menular antarmanusia.

Sekalipun struktur tubuhnya sangat sederhana, mekanisme hidup jasad renik ini sungguh menakjubkan. Tak kalah menakjubkan dari sistem hidup tumbuhan atau hewan tingkat tinggi seperti manusia. Hingga kini para ilmuwan masih belum punya banyak pengetahuan untuk menundukkan makhluk ini. Masih belum banyak obat yang bisa diandalkan untuk melawan infeksi virus. Ini berbeda dari obat antibakteri (antibiotik) yang sudah ditemukan dalam jenis yang sangat banyak. Karena virus sangat berbeda dari bakteri, kuman ini tidak bisa dikendalikan dengan antibiotik.

Para ilmuwan sendiri belum lama mengenalnya. Kita mengenal virus lebih dari dua abad setelah mengenal bakteri. Antonie van Leeuwenhoek, ilmuwan Belanda, sudah bisa melihat bakteri tahun 1676 menggunakan mikroskop lensa tunggal buatannya. Tapi kita baru mengenal virus tahun 1892, ketika Dmitry Ivanovsky, ilmuwan Rusia, berhasil membuktikan adanya virus yang manjadi hama tembakau.

Saat itu pun Ivanovsky baru membuktikan keberadaan kuman yang lebih kecil daripada bakteri. Itu masih sebatas teori karena ia sendiri belum bisa melihat kuman itu. Baru pada tahun 1931, ilmuwan bisa melihat wujud virus setelah dua ilmuwan Jerman, Ernst Ruska dan Max Knoll, berhasil menciptakan mikroskop elektron. Saat ini ilmuwan sudah berhasil mengidentifkasi sekitar 5.000 jenis virus. Itu baru yang teridentifikasi. Di luar itu jumlahnya tentu jauh lebih banyak lagi.

Sekalipun strukturnnya sederhana, bentuk tubuh virus bermacam-macam. Mulai dari yang bundar, heliks (seperti ulir), seperti batang, sampai bentuk ikosahedron. Ikosahedrron adalah bentuk seperti intan yang punya permukaan 20 bidang. (Sebagai perbandingan, kubus mempunyai 6 bidang permukaan.) Bentuk virus ikosahedron inilah yang paling banyak dijadikan sebagai ilustrasi di buku-buku biologi di sekolah menengah. Contohnya, virus herpes simpleks.

Sama seperti virus yang punya mekanisme partahanan diri, manusia juga punya sistem imun menghadapi virus. Sekalipun ilmuwan belum banyak menemukan obat antivirus, tubuh manusia sudah dibekali dengan alat pertahanan diri, yang kita kenal sebagai antibodi. Saat kemasukan virus, tubuh kita mengenali strukturnya dan membuat penangkalnya. Itu sebabnya infeksi virus-virus tertentu, misalnya flu-pilek bisa sembuh dengan sendirinya tanpa kita minum obat. Itu tak lain adalah hasil kerja dari sistem antibodi tubuh kita.

Berdasarkan mekanisme inilah vaksin dikembangkan. Vaksin sebetulnya tak lain adalah virus, tapi ia sudah dilemahkan. Ia dimasukkan ke dalam tubuh manusia dengan harapan sistem imun kita mengenali strukturnya lalu membuat antibodinya.

Sayangnya, tidak semua jenis virus bisa ditangkal dengan vaksin dan antibodi. Terutama virus yang selalu berubah-ubah alias bermutasi. Mereka inilah virus-virus yang berbahaya dan berpotensi menjadi pembunuh manusia. Mereka tidak bisa dilawan dengan vaksin sebab vaksin hanya bisa diciptakan kalau struktur virusnya tidak beruba
h. Kalau rantai RNA-nya berubah, vaksin menjadi tidak berguna. Itu sebabnya, tidak semua penyakit akibat virus bisa diciptakan vaksinnya.

Hingga saat ini para ilmuwan masih terus meneliti sifat-sifat jasad renik yang suka berubah bentuk ini. Jika sifat-sifat virus sudah berhasil diketahui dengan pasti, kita boleh berharap suatu hari nanti banyak vaksin ditemukan untuk penyakit-penyakit yang mematikan.

Inboks
Senjata Pemusnah Massal
Karena sifatnya yang mematikan, virus sangat berpotensi menjadi pembunuh massal. Caranya, virus yang mematikan direproduksi dalam jumlah masaal lalu disebarkan di sebuah populasi. Begitu virus ini kontak dengan manusia, maka korban bisa berjatuhan layaknya diserang senjata militer. Ini pun bukan andai-andai yang hanya bisa dibayangkan secara teoretis.

Jared Diamond, penulis buku <i>Guns Germs & Steel</i>, menyatakan bahwa hal ini pernah terjadi dalam sejarah kolonialiasi Benua Amerika oleh pendatang dari Eropa. Senjata kuman (<i>germs</i>) ternyata tidak kalah mengerikan daripada senjata militer (<i>guns</i>).

Sejak Christopher Colombus “menemukan” Benua Amerika pada tahun 1492, orang-orang Eropa berbondong-bondong datang ke benua ini. Kedatanganya mereka rupanya tidak hanya membawa teknologi, senjata, dan perbekalan hidup lainnya. Mereka juga membawa kuman-kuman penyakit berbahaya, seperti campak dan cacar (<i>smallpox</i>). Kedua penyakit mematikan ini disebabkan oleh virus. Saat orang Eropa itu berinteraksi dengan suku Indian, penduduk asli Benua Amerika, mereka menularkan virus pembawa penyakit-penyakit berbahaya ini.

Memang saat itu kuman-kuman dari Eropa tidak secara sengaja dikemas sebagai senjata pemusnah massal. Namun, penularan kuman-kuman itu dari orang Eropa pada suku Indian menimbulkan efek seperti pembunuhan secara militer. Jumlah korban dari suku Indian diperkirakan mencapai 70-95% dari total penduduk asli Benua Amerika. Jadi, yang lebih menyebabkan hampir musnahnya bangsa Indian bukanlah semata-mata <i>guns</i> tetapi juga <i>germs</i>.

Di film-film Hollywood, kita sering disuguhi cerita tentang senjata virus. Meskipun hanya fantasi, secara teoretis cerita itu bisa saja terjadi. Sebagai contoh, saat ini penyakit cacar (<i>smallpox</i>, bukan cacar air yang biasa ditemukan pada anak-anak) memang telah dieradikasi dari Bumi. Penderita cacar terakhir di dunia ditemukan tahun 1977. Namun, virus penyebab penyakit ini masih tersimpan secara sangat rapat di laboratorium di Amerika Serikat dan Rusia. Jika virus ini (andaikata) jatuh ke tangan teroris kemudian direproduksi dalam jumlah massal lalu disebarkan ke sebuah populasi manusia, maka korban bisa berjatuhan seperti yang menimpa Suku Indian atau korban wabah flu Spanyol tahun 1918.

Author: emshol

Mohammad Sholekhudin, apoteker lulusan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Surabaya. Sempat bekerja di industri farmasi PT Novell Pharmaceutical Laboratories. Pernah menjadi penulis tetap majalah Kelompok Kompas Gramedia. Sempat menjadi editor konten buku Departemen Kesehatan. Penulis Buku Obat Sehari-Hari terbitan Elex Media Komputindo. Berminat di bidang penulisan dan pendidikan masyarakat. Tinggal di pesisir Lamongan. Bisa dihubungi di emshol@gmail.com/

3 thoughts on “Virus Akan Terus Mengancam Manusia [intisari]”

Leave a reply to yusriye Cancel reply