NUTRISI: Diet Rendah Karbohidrat

Karbohidrat Harus Cukup di Makanan

Seiring dengan makin kompleksnya masalah kesehatan masyarakat, kini kita mengenal makin banyak metode penurunan berat badan. Bukan hanya metode standar mengurangi lemak dan memperbanyak olahraga, tapi juga metode diet rendah karbohidrat. Kini makin banyak orang menghindari makan nasi. Alasannya agar badan langsing, perut tidak buncit, dan lebih bugar.

Sebetulnya apakah benar bahwa kita harus menjauhi karbohidrat? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus mengetahui lebih dulu peranan karbohidrat di dalam tubuh.

Karbohidrat adalah salah satu dari tiga nutrisi makro yang utama selain lemak dan protein. Nutrisi ini merupakan sumber utama energi. Karbohidrat bisa dijumpai di dalam hampir semua jenis biji-bijian, umbi-umbian, kacang-kacangan, dan buah-buahan. Dari deretan biji-bijian misalnya beras, jagung, gandum, dan sebagainya. Dari deretan umbi-umbian misalnya singkong, kentang, ubi jalar, dan sebagainya.

Karena itu, semua makanan yang mengandung beras, jagung, gandum, kentang, tepung beras, tepung terigu, tepung tapioka, dan hampir segala jenis tepung nabati lainnya otomatis juga mengandung karbohidrat. Selain di bahan pangan nabati, karbodidrat juga terdapat di dalam bahan hewani, misalnya susu.

Berdasarkan bentuknya, karbohidrat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu karbohidrat kompleks dan karbohidrat sederhana. Contoh gampang karbohidrat sederhana adalah gula (sukrosa). Karbohidrat sederhana juga banyak terdapat di dalam buah (dalam bentuk sukrosa dan fruktosa) serta susu (dalam bentuk laktosa).

Adapun contoh karbohidrat kompleks adalah biji-bijian utuh (beras, gandum, jagung, dan sejenisnya). Karbohidrat kompleks ini tersusun dari rantai karbohidrat sederhana yang belum dipecah-pecah. Jadi, di dalam beras, tepung, dan sebangsanya itu sebetulnya terdapat gula dalam bentuk terikat yang belum dipecah-pecah.

Dalam ilmu kimia, serat yang banyak terdapat di dalam sayuran itu pun sebetulnya termasuk kategori karbohidrat. Namun, karena rantai karbohidratnya tidak bisa dicerna oleh tubuh, maka serat biasanya tidak dikelompokkan sebagai karbohidrat sumber energi.

Saat berada di saluran cerna, karbohirat kompleks ini dicerna, dipecah-pecah menjadi karbohidrat sederhana (sukrosa). Sukrosa kemudian dipecah lagi lebih kecil menjadi glukosa. Glukosa inilah yang dimanfaatkan oleh tubuh menjadi sumber energi. Karena setiap hari kita membutuhkan energi, otomatis setiap hari kita pun membutuhkan karbohidrat.

Jika kita mengonsumsi karbohidrat melebihi kebutuhan harian, sisa karbohidrat yang tidak dibakar menjadi energi itu akan ditimbun oleh tubuh di dalam sel hati dan sel-sel otot dalam bentuk glikogen. Jika suatu saat kebutuhan energi lebih besar daripada asupan karbohidrat harian (misalnya saat berpuasa atau saat berolahraga), tubuh akan membongkar cadangan glikogen ini untuk diubah menjadi glukosa. Glukosa ini selanjutnya dibakar menjadi energi.

Jika kondisi kekurangan karbohidrat terus terjadi (misalnya puasa dan berolahraga dalam jangka lama), tubuh akan membongkar cadangan lemak atau protein lalu diubah menjadi glukosa. Ringkasnya, karbohidrat merupakan kebutuhan utama yang harus dipenuhi dari makanan.

Menurut pedoman gizi seimbang, kita dianjurkan mengonsumsi korbohidrat sebesar 45-65% dari total kalori harian. Misalnya dalam sehari kita membutuhkan 2.000 kalori, berati kita membutuhkan karbohidrat sebanyak 900-1.300 kalori. Jumlah ini kira-kira setara dengan 225-325 gram karbohidrat dari makanan sehari.

Pedoman ini masih berlaku secara internasional dan paling banyak dianut kalangan ahli gizi. Artinya, tidak ada masalah dengan konsumsi karbohidrat dengan komposisi di atas.

Lalu kenapa belakangan muncul anggapan bahwa karbohidrat merupakan penyebab kegemukan? Sebetulnya masalah utama kegemukan bukanlah karbohidratnya melainkan jumlahnya.

Seperti yang kita tahu, kegemukan terjadi karena surplus energi yang terakumulasi setiap hari. Energi yang masuk jauh lebih banyak daripada energi yang keluar. Dengan kata lain, makanan yang kita konsumsi lebih banyak daripada yang sebetulnya kita butuhkan. Energi itu bisa saja dari karbohidrat, protein, maupun lemak. Di sinilah letak masalahnya. Bukan karena masalah karbohidrat saja atau lemaknya saja.

Karbohidrat memang bisa menjadi biang kegemukan jika jumlahnya terlalu banyak. Begitu juga lemak dan protein. Jika konsumsinya terlalu banyak, makanan apa pun bisa menjadi penyebab kegemukan. Jika kita makan karbohidrat terlalu banyak, sisa karbohidrat akan ditimbun menjadi sel lemak. Itu sebabnya, walaupun tidak makan lemak, kita tetap bisa saja mengalami kegemukan karena memang karbohidrat pun bisa diubah menjadi lemak. Sama halnya, lemak pun bisa diubah menjadi karbohidrat.

Dalam diet gizi seimbang, komposisi yang dianjurkan adalah karbohidrat (45-60%), protein (10-15%) serta lemak (kurang dari 25%). Dalam diet ini, komposisi karbohidrat paling tinggi di antara lemak dan protein. Karbohidrat yang dianjurkan dikonsumsi adalah karbohidrat kompleks yang rendah energi, banyak mengandung serat, dan rendah gula, seperti biji-bijian utuh.

Namun, dalam diet rendah karbohidrat, komposisi karbohidrat diubah menjadi paling kecil dibanding lemak dan protein. Pada awalnya diet model ini sebetulnya diperuntukkan kalangan atlet agar mereka bisa menurunkan berat badan tanpa kehilangan massa otot. Namun, belakangan diet ini diadopsi oleh kalangan bukan atlet.

Dalam diet rendah karbohidrat, komposisi karbohidrat diturunkan, sementara lemak dan protein ditingkatkan. Ini cara memanipulasi metabolisme normal tubuh. Cara ini menyebabkan tubuh kekurangan karbohidrat sehingga banyak menggunakan lemak sebagai sumber energi. Hal ini akan membuat tubuh terbiasa memecah massa lemak, terutama di bagian-bagian yang menjadikan tubuh gendut. Efek inilah yang diharapkan bisa menurunkan berat badan.

Di kalangan dokter ahli gizi klinis, model diet ini masih diperdebatkan karena dianggap meningkatkan risiko gangguan ginjal. Soalnya, kebanyakan tubuh manusia terbiasa dengan pola makan tinggi karbohidrat. Jika asupan karbohidrat dari makanan tidak mencukupi, tubuh akan memecah glikogen. Jadi, untuk kebutuhan energi, tubuh lebih mengandalkan karbohidrat.

Dalam diet rendah karbohidrat, tubuh mengandalkan lemak untuk kebutuhan energi. Pemecahan lemak yang terjadi dalam jumlah besar dan dalam jangka lama bisa mengganggu keseimbangan metabolisme tubuh, terutama memperberat kerja ginjal. Itu sebabnya para ahli gizi klinis menganjurkan, kalaupun kita melakukan diet metode ini, sebaiknya kita melakukannya dengan hati-hati di bawah pengawasan dokter. Kalaupun komposisi karbohidrat diturunkan, sebaiknya penuruan dilakukan secara bertahap agar tubuh terbiasa dengan pola metabolisme yang baru.

Akan tetapi, jika yang kita lakukan sekadar mengurangi jumlah karbohidrat dan tidak sampai membuat komposisinya menjadi paling kecil, itu tidak termasuk kategori diet yang berisiko. Itu termasuk kategori diet biasa: mengurangi kalori.

NUTRISI: Karbohidrat Sehat

Pilih Karbohidrat yang Menyehatkan

Oleh karena karbohidrat adalah kebutuhan primer harian, kita mesti memperoleh nutrisi ini dari makanan sehari-hari. Asalkan jumlahnya tidak melebihi kebutuhan harian, kita tak perlu khawatir makanan ini menjadi pemicu kegemukan.

Kalau kita mengalami kegemukan, sebelum mengambinghitamkan karbohidrat, sebaiknya kita melihat masalahnya secara menyeluruh. Bukan hanya melihat pola konsumsi karbohidrat, tapi juga pola konsumsi lemak dan protein. Bukan hanya pola makan, tapi juga pola aktivitas harian kita. Sebab, kegemukan adalah masalah yang terkait dengan kalori. Kalori sendiri terkait dengan makanan dan aktivitas.

Sekalipun karbohidrat harus selalu ada di dalam makanan harian kita, konsumsinya tetap harus dilakukan dengan memperhatikan pedoman gizi seimbang. Selain jumlahnya harus diperhatikan, jenisnya pun harus dipertimbangkan. Kenapa jenis karbohidrat penting? Ini terkait dengan efeknya terhadap kesehatan.

Anda tentu sering mendengar istilah “indeks glisemik” (IG). Indeks ini diciptakan tak lain karena masalah karbohidrat. Pada awalnya ilmu gizi tidak membedakan  antara karbohidrat dari beras dan tepung beras. Makan nasi dianggap sama saja dengan makan kue yang terbuat dari tepung beras. Begitu pula di masyarakat Barat, karbohidrat gandum dianggap sama saja dengan karbohidrat tepung terigu. Makan gandum dianggap sama saja dengan makan roti dari tepung terigu.

Belakangan, konsep ilmu gizi dikoreksi. Ternyata biji-bijian utuh berbeda dari tepung olahan. Beras berbeda dari tepung beras. Nasi berbeda dari kue yang terbuat dari tepung beras. Begitu pula gandum berbeda dari tepung terigu.

Yang membedakan adalah pengaruh makanan-makanan ini terhadap peningkatan glukosa darah. Tepung-tepungan ternyata lebih cepat meningkatkan kadar glukosa darah dibanding biji-bijian yang masih utuh. Sekalipun sama-sama sumber karbohidrat, tepung-tepungan punya efek meningkatkan glukosa darah lebih cepat dari biji-bijian utuh. Keduanya berbeda dalam IG.

Yang cepat meningkatkan kadar gula darah disebut memiliki IG tinggi. Gula termasuk dalam kelompok ini. Yang efeknya lambat disebut memiliki IG rendah. Biji-bijian utuh termasuk kategori ini. Tepung berada di antara keduanya. Semua makanan ini adalah sumber karbohidrat tapi ternyata memiliki efek yang berbeda. Makin tinggi IG-nya, makin besar risikonya menimbulkan kegemukan. Dalam jangka panjang, juga makin besar risikonya menyebabkan diabetes.

Menurut pedoman gizi seimbang, komposisi karbohidrat dari makanan dengan IG tinggi sebaiknya dibatasi. Sebagai gantinya, kita lebih dianjurkan mengonsumsi karbohidrat kompleks. Jadi, daripada mengonsumsi makanan atau minuman yang banyak mengandung tepung dan gula, lebih baik makan olahan biji-bijian utuh.

Konsep tentang IG ini selaras dengan pengelompokan sumber karbohidrat menjadi karbohidrat kompleks dan sederhana. Makanan-makanan dengan IG tinggi biasanya mengandung banyak karbohidrat sederhana yang cepat diserap tubuh dan cepat meningkatkan kadar gula darah. Sebaliknya, makanan-makanan dengan IG rendah umumnya mengandung karbohidrat kompleks yang lebih lambat diserap ke dalam tubuh.

Selain tidak cepat meningkatkan kadar gula darah, makanan ber-IG rendah biasanya mengandung banyak serat dan vitamin. Jadi, persoalan sumber karbohidrat harus dilihat lebih utuh. Tidak sekadar karbohidrat, tapi juga efeknya terhadap glukosa darah, juga kandungan nutrisi lainnya.

Satu jenis sumber karbohidrat pun bisa saja memiliki IG berbeda. Beras, misalnya. Sekalipun sama-sama dari biji padi, masing-masing jenis beras bisa saja memiliki IG yang berbeda. Nilai IG masing-masing jenis beras di Indonesia mungkin belum semuanya diteliti. Namun, kita sebagai orang awam bisa memperkirakan nilai IG beras (nasi) dari lamanya rasa kenyang yang ditimbulkan. Beras dengan IG rendah biasanya menimbulkan rasa kenyang lebih lama.

Cara ini tentu bisa sangat subjektif. Orang yang cepat merasa lapar tentu tidak bisa menjadikan pengalamannya sebagai patokan. Namun, secara umum makanan dengan IG rendah memang menyebabkan rasa kenyang lebih lama.

Kenapa begitu? Saat berada di dalam usus, karbohidrat dari makanan ini dicerna dan diserap secara perlahan dalam jangka lebih lama sehingga efek kenyangnya lebih lama. Adapun makanan ber-IG rendah akan diserap dengan cepat dan meningkatkan kadar gula darah secara cepat pula. Ketika semua karbohidrat sudah habis diserap, efek kenyangnya pun hilang. Ini akan mendorong kita untuk makan lebih banyak.

Satu jenis beras pun bisa saja memiliki kadar karbohidrat dan gizi berbeda jika dihasilkan dari proses yang berbeda. Umumnya beras yang kita makan sehari-hari adalah beras yang dihasilkan dari mesin giling (selip). Pada saat masuk mesin giling, biji padi biasanya mengalami pengupasan kulit yang sampai menghilangkan selaputnya (kulit ari). Padahal bagian ini banyak mengandung serat dan vitamin. Di mesin giling, bagian kulit ari ini terbuang bersama bekatul.

Ini berbeda dari beras yang dihasilkan secara tradisional dengan cara ditumbuk. Saat ditumbuk, sebagian kulit ari biasanya masih menempel. Itu sebabnya, dari sisi nutrisi, beras tumbuk lebih menyehatkan daripada beras selip. Sekalipun sama-sama sumber karbohidrat, juga sama-sama berasal dari satu jenis padi, nilai gizinya bisa saja berbeda.

Beras tumbuk memiliki warna agak kusam karena memang masih dilapisi dengan kulit ari.  Masyarakat modern lebih menyukai beras selip karena warnanya yang lebih putih bersih dan karena pengolahannya lebih praktis.

Secara umum, makin tingggi tingkat pengolahan suatu bahan nabati, makin tinggi pula IG-nya. Sebagai contoh, tepung beras memiliki IG lebih tinggi dibanding beras. Tepung terigu memiliki IG lebih tinggi daripada gandum utuh. Makin diolah, makin tinggi IG-nya.

Begitu pula gula memiliki IG lebih tinggi daripada tepung. Dalam proses pabrik modern, gula tidak hanya bisa dibuat dari sari tebu seperti yang banyak dijumpai di Indonesia, tapi bisa juga dari pengolahan tepung-tepungan.

Dari nilai IG ini kita bisa melihat, beras, gandum, tepung, gula, semuanya adalah sumber karbohidrat tapi ternyata menghasilkan efek yang berbeda-beda terhadap kesehatan. Baik buruknya karbohidrat dipengaruhi oleh cara kita mengonsumsi.

Jika kita memang hendak meminimalkan efek buruk dari konsumsi karbohidrat, sebaiknya kita memulainya dengan mengurangi konsumsi karbohidrat sederhana ber-IG tinggi. Kita bisa menggantinya dengan karbohidrat kompleks ber-IG tinggi. Patokan sederhananya, “karbohidrat baik” ini banyak terdapat di dalam biji-bijian utuh yang belum mengalami proses pengolahan. Biji-bijian utuh, kacang-kacangan, buah, dan sayuran adalah beberapa contoh makanan dengan IG rendah. Tidak menyebabkan kegemukan, juga kaya vitamin.