TIPS SEHAT: Puasa

Puasa, Membatasi Gizi Tanpa Malnutrisi

Pertengahan Juli ini, kita kembali memasuki bulan suci Ramadan, untuk berpuasa sebulan penuh lamanya. Sebagai sebuah ritus, puasa tentu saja kita jalankan sesuai dengan tuntunan agama. Urusan kesehatan nomor dua. Namun, selain bernilai ibadah, puasa sebetulnya juga punya manfaat kesehatan.

Dalam terminologi medis, kita bisa menyamakan puasa dengan “pembatasan kalori” (calorie restriction). Contoh lain pembatasan kalori adalah berdiet—dengan segala macam jenisnya.

Secara sederhana, kalori bisa diartikan sebagai makanan sumber energi, seperti karbohirat, protein, dan lemak. Kebutuhan kalori perempuan aktif di usia produktif sekitar 2.000 sampai 2.200 kalori per hari. (Secara umum, laki-laki aktif di usia produktif membutuhkan sekitar 200-400 kalori lebih tinggi daripada perempuan). Setiap hari kebutuhan kalori ini dicukupi oleh karbohidrat, protein, dan lemak dari makanan sehari-hari.

Pada saat kita berpuasa, kita mengurangi makanan. Otomatis asupan kalori pun turun. Namun, kondisi ini tidak membahayakan kesehatan karena memang tubuh sudah dilengkapi dengan mekanisme pengaturan keluar-masuknya kalori.

Pada saat kita tidak berpuasa, kita sering makan lebih banyak daripada yang sebetulnya kita butuhkan. Ini bagian dari gaya hidup modern yang sulit dihindari. Meski begitu, kelebihan karbohidrat, lemak, dan protein yang masih dalam batas wajar ini tidak membahayakan kesehatan. Kelebihan kalori ini akan disimpan di dalam tubuh sebagai glikogen (timbunan gula) dan sel lemak. Dalam tubuh yang sehat, adanya cadangan gula dan lemak di dalam tubuh merupakan sebuah keharusan.

Pada saat kita berpuasa, cadangan gula dan lemak ini akan dibakar untuk menghasilkan energi. Itu sebabnya puasa (dan pembatasan kalori dalam bentuk lain) justru bermanfaat. Jika kita tidak pernah melakukan pembatasan kalori, cadangan gula dan lemak ini akan terus ditimbun, sehingga jumlahnya kelewat banyak karena tidak pernah dibongkar. Timbunan yang kelewat banyak ini berbahaya karena bisa menyebabkan berbagai masalah kesehatan, seperti kegemukan, kolesterol, penebalan dinding pembuluh darah dan sebagainya.

Puasa yang baik bagi kesehatan adalah puasa yang mengurangi makanan. Bukan sekadar memindah jam makan. Jika kita berpuasa sekadar memindahkan jam makan dari siang ke malam, tubuh tidak mengalami calorie restriction. Tanpa pembatasan kalori, saat puasa pun proses penimbunan gula dan lemak itu terus berlangsung.

Dari sini kita bisa melihat, puasa bisa memberi manfaat kesehatan jika dilakukan sesuai anjuran agama. Dalam istilah medis, puasa seperti ini disebut “calorie restriction without malnutrition”. Pembatasan kalori yang tidak sampai menyebabkan malnutrisi (kurang gizi). Dalam banyak penelitian antiaging, pembatasan kalori seperti ini terbukti bisa memperpanjang harapan hidup pelakunya. Dengan bahasa sederhana, puasa bisa membuat awet muda dan panjang umur.

Pada saat berpuasa, organ cerna mendapat kesempatan untuk beristirahat sejenak. Pada mereka yang hobi makan dan ngemil, organ cerna umumnya bekerja terus kecuali saat tidur. Dengan berpuasa, organ ini mendapat jatah istirahat tambahan sekitar 12 – 14 jam tiap hari selama sebulan.

Puasa juga bisa mengaktifkan mekanisme kontrol gula darah. Pada siang hari, kadar gula darah menurun karena tak ada pasokan dari makanan. Begitu kadar gula turun, tubuh akan membongkar cadangan gula dan membakarnya sebagai energi. Lewat mekanisme ini puasa bisa menurunkan risiko diabetes melitus.

Jika kita tidak pernah melakukan pembatasan kalori (lewat diet atau puasa), mekanisme kontrol gula darah ini bisa saja menjadi tidak terlatih. Pada akhirnya, kondisi ini bisa meningkatkan risiko diabetes melitus.

Pada saat kita berpuasa, tubuh punya kesempatan untuk membuang kelebihan lemak dan menurunkan berat badan. Manfaat ini terutama akan dirasakan oleh mereka yang punya masalah kegemukan.

Di hari biasa, saat kita makan tanpa pembatasan kalori, kelebihan kalori disimpan dalam bentuk cadangan gula di hati dan timbunan lemak di bawah kulit. Jika cadangan gula di hati sudah terlalu banyak dan melampaui kapasitasnya, kelebihan gula dari makanan akan diubah menjadi lemak. Lemak ini selanjutnya akan disimpan di bawah jaringan kulit. Simpanan lemak ini bakal makin menumpuk jika makanan yang kita santap juga kaya lemak.

Saat kita berpuasa, tubuh membongkar cadangan gula di hati. Jika cadangan gula sudah menipis, tubuh akan menggunakan timbunan lemak sebagai sumber energi. Artinya, dengan berpuasa, timbunan lemak akan berkurang, berat badan bisa turun, risiko terhadap banyak jenis penyakit pun ikut turun. Lemak darah turun, kolesterol darah pun ikut turun.

Namun, sekali lagi, semua manfaat puasa ini hanya bisa dapatkan jika kita melakukan puasa dengan cara membatasi makanan. Ini penting ditekankan karena dalam budaya kita puasa sering kali hanya pemindahan jam makan, dari siang ke malam hari. Bahkan, bagi sebagian orang, bulan puasa bisa merupakan “bulan makan”. Siang hari memang berpuasa, tapi malam harinya justru makan jauh lebih banyak daripada di bulan-bulan biasa. Ini bukan hanya bertentangan dengan ajaran agama, tapi juga bertentangan dengan prinsip pembatasan kalori.

Selama puasa, yang kita lakukan adalah pembatasan kalori yang masuk. Kalori yang keluar tidak perlu mengalami penurunan dalam kadar yang sama. Makanan dan minuman memang kita kurangi. Tapi aktivitas fisik tak perlu dikurangi dalam kadar yang sama. Produktivitas kerja tak perlu menurun. Jika aktivitas fisik menurun drastis selama berpuasa, itu artinya kalori yang keluar tidak jauh berbeda dengan kalori yang masuk. Aktivitas fisik justru diperlukan agar tubuh membakar timbunan kalori.

Puasa yang menurunkan produktivitas kerja, apalagi yang identik dengan tidur dan bermalas-malasan, adalah puasa yang tidak mengikuti prinsip calorie restriction. Menurut ajaran agama pun, selama Bulan Puasa kita dianjurkan untuk lebih giat beribadah, misalnya saja salat tarawih di malam hari.

Yang perlu dikurangi hanya aktivitas berat. Olahraga tetap bisa dilakukan selama puasa. Meski tak makan di siang hari, bukan berarti kita punya alasan untuk meninggalkan aktivitas fisik. Agar tak berisiko dehidrasi atau hipoglikemia (rendah gula), olahraga ringan seperti joging atau berjalan cepat bisa dilakukan sekitar 1,5 – 2 jam menjelang berbuka. Bukan di pagi atau siang hari.

Yang juga tak boleh dilupakan, puasa bukan sekadar pembatasan makanan. Puasa adalah ritus yang melibatkan fisik, mental, dan spiritual sebagai satu paket. Puasa bukan hanya menahan diri dari makan dan minum, tapi juga mengendalikan pikiran. Dengan berpuasa, kita dilatih untuk belajar mengendalikan emosi. Pengendalian emosi merupakan sesuatu yang penting karena puasa melibatkan rasa lapar.

Dalam kondisi biasa, rasa lapar mendorong kita untuk berpikir tentang makanan. Sebelum bertemu makanan, pikiran kita mengalami stres. Saat berpuasa, kita menerima rasa lapar itu dengan tenang karena menganggapnya sebagai bagian dari ritus yang harus dijalani. Sama-sama lapar tapi efeknya berbeda. Lapar di hari biasa bisa memicu gangguan lambung, tapi lapar saat puasa tidak karena saat itu pikiran kita tenang. Tak salah jika Rasul mengatakan, “Berpuasalah niscaya kalian sehat.”