AJAK JALAN-JALAN dan MENYIAPKAN MAKANAN

Buku lengkap SOLUSI ANAK SUSAH MAKAN bisa diunduh dengan mengklik gambar berikut:


Ajak Jalan-Jalan
Sebagian orangtua menyiasati masalah GTM dengan cara mengajak anak jalan-jalan. Cara ini sebetulnya kurang baik karena akan membuat anak tidak belajar makan dengan cara yang benar, yaitu dengan duduk.
Meski demikian, ini bukanlah trik yang buruk atau berbahaya. Bolehlah untuk dicoba. Toh anak-anak juga menyukai kegiatan bermain, jalan-jalan, melihat sesuatu yang baru, dan berinteraksi dengan hal-hal baru di luar rumah.
Mari kita jujur kepada diri sendiri. Bukankah sebagai orangtua kita juga tidak mengasuh anak dengan cara ideal? Sebagai contoh, kita sering mengurung anak di dalam rumah seharian. Mereka tidak punya teman bermain, dan hanya dibiarkan melihat film kartun di televisi. Kalau kita tidak mengasuh anak secara ideal, bagaimana mungkin kita berharap yang ideal dari anak?
Bagi anak-anak yang suka bermain, seharian terkungkung di rumah adalah hal yang membosankan. Mereka senang bermain dengan teman-teman sebaya, mengejar-ngejar kucing, bermain di taman, atau sekadar berjalan-jalan di depan rumah. Ketika si anak mogok makan, bisa jadi itu adalah bentuk protes karena mereka merasa bosan di dalam rumah.
Untuk anak saya, kami sering mengajaknya makan di depan rumah sambil melihat orang berlalu-lalang. Kadang kami juga mengajaknya makan sambil melihat kambing di kandangnya. Tentu saja triknya harus sesuai dengan kondisi kita masing-masing. Kebetulan saja kami tinggal di desa dan di dekat rumah kami ada kandang kambing.
Kebetulan juga anak saya sangat suka diajak melihat kambing yang sedang makan daun-daunan. Cara ini hampir selalu berhasil membuat anak mau makan. Di luar urusan makan pun, melihat hewan-hewan adalah sesuatu yang sangat menyenangkan bagi anak.
Sekali lagi, dalam hal seperti ini kita harus menggunakan perspektif anak. Kalau kita menggunakan cara pandang orang dewasa, kita menganggap cara seperti ini menjijikkan. Anak kecil tidak berpikiran demikian. Mereka belum mengenal jijik. Yang penting orangtua bisa mengambil posisi aman. Jangan sampai makanan tercemar oleh kuman dari kandang.
Pada waktu kami tinggal di rumah yang dekat dengan stasiun kereta api, kami juga sering mengajaknya makan sambil melihat kereta api yang datang dan pergi. Ia sangat menyukai kegiatan ini dan biasanya menjadi lebih mudah makan. Kebetulan sekali pada saat itu di televisi ada program serial kartun favoritnya, yaitu Thomas & Friends.
Kadang kami mengajaknya naik odong-odong. Cara ini juga biasanya berhasil mengatasi gerakan tutup mulut dengan tingkat keberhasilan hampir 100%. Kalau sudah duduk dan manggut-manggut di atas pelana odong-odong, dia menjadi anak paling manis sedunia J.
Pada saat seperti itu, dia jadi mudah disuapi atau bahkan makan sendiri. Satu tangan memegang kemudi odong-odong, satu tangan memegang makanan, sambil badannya bergoyang-goyang ke kiri dan ke kanan. (Salut saya setinggi-tingginya buat pencipta wahana hiburan rakyat jelata ini.) 
Tentu saja ajian odong-odong ini tidak kami lakukan sering-sering karena mungkin bisa membuat dia ogah makan kalau tidak naik odong-odong. Bagi kami, ini “ajian pamungkas” yang hanya akan kami tempuh jika semua trik lain tidak berhasil.
Lagi pula, cara seperti ini bukan cara yang dianjurkan karena tidak melatih anak makan dengan cara duduk depan di meja makan. Kami hanya melakukannya kalau si kecil sedang tidak enak badan dan tidak mau makan sama sekali. 
Ajak Menyiapkan Makanan
Trik lain yang juga banyak direkomendasikan adalah melibatkan anak pada saat kita menyiapkan makanan. Kita bisa mengajaknya berbelanja dan memberi dia kesempatan untuk memilih tomat, wortel, kentang, dan lainnya yang akan kita sajikan buat dia. Cara seperti ini juga memberi kesempatan anak untuk bermain dan belajar mengenal bahan-bahan dan warna makanan.
Sumber: Populartoddlertoys.com/
Pada saat memasak, kita juga bisa mengajaknya di tahap-tahap yang tidak membahayakan, misalnya mengajak dia mencemplungkan irisan wortel ke dalam air yang belum panas. Kalau kami sedang membuatkan telur dadar buat dia, kami biasa mengajaknya mengaduk telur itu sebelum dituang ke wajan. Dia sangat menikmati kegiatan-kegiatan seperti ini. Cara seperti ini biasanya akan membuat si kecil berminat untuk makan.
Bahkan kami juga melibatkan anak di tahap yang paling awal dalam menyiapkan makanan. Saya biasa mengajaknya menyiram tanaman tomat di samping rumah. Ia paling senang jika saya ajak memetik tomat yang sudah matang.
Jika ia melihat ada tomat yang berwarna merah, dia biasanya memberi tahu saya agar dia diperbolehkan memetik sendiri. Sebagian tomat itu kadang akan dia makan langsung, meniru ibunya yang suka makan tomat merah tanpa diapa-apakan.
Trik-trik ini, selain menjadi arena bermain, juga akan meningkatkan nafsu makannya. Pada anak, kegiatan makan tak cuma terkait dengan kebutuhan gizi melainkan juga berhubungan dengan proses belajar dan bermain. Kegiatan makan yang menyenangkan tidak hanya akan memberi si kecil gizi yang ia butuhkan tapi juga keterampilan baru sekaligus kedekatan dengan orangtua. Sehat bonus pintar.
Dengan menanam sayur sendiri di samping rumah, kita bisa memperoleh manfaat ganda. Kita bisa mengajak anak bermain, menyiram, memetik buahnya, dan mengajari anak untuk menyukai sayur. Kalau kita sendiri yang menanam, kita bisa memastikan cara tanamnya seratus persen organik.
Sumber: Pediatricsnow.com/
Tak perlu modal mahal. Cukup modal polybagyang harganya hanya Rp 15.000 tiap ½ kg yang isinya puluhan lembar. Media tanam dan pupuknya bisa kita buat sendiri dari sampah organik dapur, bisa juga kita beli di toko-toko tanaman.
Bibitnya pun tak perlu kita beli. Cukup pakai sisa tomat busuk di dapur. Atau, kalau mau bibit aneka sayuran lain, kita bisa membelinya di toko-toko online di internet yang harganya super murah, hanya seribu rupiah per paket.
Makan Sambil Menonton Televisi
Banyak orangtua, termasuk kami, merayu anaknya agar mau makan dengan cara menyuapinya sambil dia menonton televisi. Ketika anak sedang melongo melihat Masha dan beruang bermain sirkus, langsung hap, satu sendok nasi mendarat di mulutnya. Lalu, dengan tetap sambil melongo, ia mengunyahnya.
Cara ini memang sering berhasil. Namun, sebagian besar referensi menyatakan bahwa ini bukan kebiasaan yang baik. Televisi akan mengalihkan perhatian anak dari kegiatan makan. Ia memang mau makan tapi itu ia lakukan secara tidak sadar. Artinya, cara ini tidak efektif untuk membuat dia menyukai kegiatan makan sebab dia hanya menyukai acara televisi.
Sisi buruk lain dari televisi adalah efek iklan. Iklan makanan bisa benar-benar merusak pola makan si kecil. Ini terjadi pada anak saya. Gara-gara menonton televisi, dia meminta makanan apa pun yang ia lihat di iklan, mulai dari es krim, permen, cokelat, hingga sosis dan mi instan.
Iklan sosis yang begitu gencar di televisi telah membuat anak saya menjadi salah satu korbannya. Rasa “makanan para juara” ini memang gurih sehingga sangat disukai lidah anak-anak. Tapi dari bungkusnya saja, kita tahu bahan yang menyebabkan sosis ini begitu gurih. Dari bungkusnya juga kita bisa tahu, sosis ini dibuat dengan berbagai bahan tambahan pangan yang banyak sekali. Terlalu banyak untuk ukuran makanan balita.
Gara-gara si kecil begitu suka makan sosis inilah istri saya kemudian belajar membuat sosis sendiri agar si kecil tidak kebanyakan makan sosis pabrik. Sejak itu, sosis kemudian menjadi salah satu menu alternatif buat si kecil tiap beberapa minggu sekali.

Televisi memang bisa menghibur, mendidik, dan menjadi teman makan bagi si kecil. Tapi pada saat yang sama kotak pandora ini juga bisa merusak pola makannya. Tugas orangtualah menyaring dan memilahnya. 

Author: emshol

Mohammad Sholekhudin, apoteker lulusan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Surabaya. Sempat bekerja di industri farmasi PT Novell Pharmaceutical Laboratories. Pernah menjadi penulis tetap majalah Kelompok Kompas Gramedia. Sempat menjadi editor konten buku Departemen Kesehatan. Penulis Buku Obat Sehari-Hari terbitan Elex Media Komputindo. Berminat di bidang penulisan dan pendidikan masyarakat. Tinggal di pesisir Lamongan. Bisa dihubungi di emshol@gmail.com/

Leave a comment