Urun Angan Buat Anies Baswedan

who want change

Salah satu kelebihan Anies Baswedan adalah kemampuannya menggerakkan orang cuma dengan modal kata-kata. Setidaknya ini bisa dilihat di era Indonesia Mengajar satu dasawarsa yang lalu. Seruannya lewat surat terbuka yang terkenal itu telah menggerakkan anak-anak muda yang cerdas, bersedia meninggalkan kenyamanannya di kota utuk menjadi guru di daerah-daerah pelosok. “You are a leader only if you have follower,” katanya dalam surat itu.

Orang-orang memujinya sebagai calon pemimpin masa depan. Ya, tentu saja, itu zaman pra-kadrun. Kalau itu terjadi di zaman kadrun, pasti banyak yang akan mencibirnya, “Anies cuma pandai menata kata tapi pandir menata kota”.

Salah satu ungkapannya yang sangat terkenal dan sampai sekarang “hak ciptanya” masih dipegang Anies adalah ajakan “Mari turun tangan, jangan cuma urun angan.” Harus diakui, pemilihan kata-katanya bagus sekali. Tidak hanya punya rima sempurna, tapi maknanya juga bertolak belakang sempurna. Turun tangan, urun angan. Saya kira tak banyak politisi zaman sekarang yang punya kemampuan retorika sebagus Anies.

Banyak yang sinis dan menganggap retorika hanya kemampuan membual. Padahal keduanya jelas berbeda. Dulu kita punya Bung Hatta. Tokoh yang jujur, bersih, cerdas, dan bijaksana. Tapi dia tidak pandai bicara. Omongannya datar, tulisannya tawar. Di pentas nasional ia kalah oleh Bung Karno, tokoh yang lebih pandai beretorika, walaupun tidak lebih bijaksana. Pidatonya menggelegar, kata-katanya membakar. Apakah kita bisa bilang, Bung Karno lebih pandai membual daripada Bung Hatta?

Bagaimanapun, keahlian beretorika adalah sebuah kelebihan. Lebih-lebih bagi pemimpin. Sayangnya, keahlian Anies berpidato ini tidak ia manfaatkan dengan maksimal untuk menyukseskan program-program Pemprov DKI. Saya membayangkan (saya berurun angan) , tiap hari tertentu, katakanlah tiap malam Jumat Kliwon Anies berpidato, disiarkan oleh semua kanal platform, mulai dari Facebook, Instagram, Youtube, sampai televisi. Pidato ini dirancang untuk khalayak. Isinya persuasi kenapa masyarakat harus ikut turun tangan membantu program Pemprov DKI yang jelas berorientasi pada kemaslahatan umum.

Misalnya, kenapa kita harus meninggalkan kendaraan pribadi dan beralih ke angkutan umum; kenapa kita harus memperbanyak berjalan kaki dan bersepeda; kenapa kita harus mengurangi penggunaan plastik; kenapa kita harus memilah sampah; kenapa kita harus banyak menanam pohon; kenapa kita harus menampung air hujan; dan seterusnya.

Sementara Anies menguasai aura keramat malam Jumat Kliwon, WanAbud (Kawan Anies Baswedan untuk DKI & Indonesia) bisa turun tangan di lapangan memberi contoh konkret seruan Anies. Dalam urusan partisipasi seperti ini, WanAbud memiliki militansi yang tak ada tandingannya. Energi yang dibutuhkan untuk partisipasi seperti ini tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan energi yang dibutuhkan untuk demonstrasi berjilid-jilid seperti pada zaman Ahok dulu. Dan saya kira ini adalah cara terbaik ikut turun tangan membuktikan bahwa Anies Baswedan memang bisa menata kota, tak hanya menata kata.

Kalau DKI sukses dalam program-program di atas, Anies pasti akan menjadi goodbener terbaik se-Indonesia. Dan kalau nanti menjadi presiden, ia harus terus melanjutkan tradisi malam Jumat Kliwon ini untuk program-program nasional. Misalnya, kenapa kita harus secara bertahap mengurangi konsumsi minyak goreng sawit dan mengkonversi sebagian kebun-kebun sawit menjadi hutan kembali; kenapa kita secara bertahap harus menutup pabrik rokok dan mengganti tembakau dengan budidaya pangan yang lebih menguntungkan petani; kenapa kita harus mengutamakan konsumsi pangan lokal daripada pangan impor; kenapa kita harus membatasi penggunaan kendaraan pribadi; dan seterusnya.

Dengan media seperti ini, kemampuan retorika Anies akan lebih bermanfaat buat publik daripada sekadar melayani debat-debat yang cuma untuk memuaskan ego. Efek sampingnya, aura malam Jumat Kliwon mungkin akan menjadi semakin mencekam… tapi hanya buat Abu Janda dan kawan-kawan.

 

 

 

 

 

 

 

 

Author: emshol

Mohammad Sholekhudin, apoteker lulusan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Surabaya. Sempat bekerja di industri farmasi PT Novell Pharmaceutical Laboratories. Pernah menjadi penulis tetap majalah Kelompok Kompas Gramedia. Sempat menjadi editor konten buku Departemen Kesehatan. Penulis Buku Obat Sehari-Hari terbitan Elex Media Komputindo. Berminat di bidang penulisan dan pendidikan masyarakat. Tinggal di pesisir Lamongan. Bisa dihubungi di emshol@gmail.com/

Leave a comment